Di awal disebutkan hal utama yang membedakan properti syariah dengan properti konvensional adalah dalam akadnya. Lalu apa akad yang digunakan dalam Properti Syariah Tanpa Bank ini?
Ya… jawabnya adalah akad Istishna’
Al-istishna’ adalah seseorang meminta orang lain untuk membuatkan suatu barang dengan menyebutkan sifat-sifat khusus. Dalam properti syariah, istishna lebih dikenal dengan skema pesan bangun.
Dalam akad istishna’ diperlukan rukun dan syarat agar akad tersebut menjadi sah. Rukunnya yaitu:
Kedua pihak yang berakad, yaitu developer dan pembeli. Mereka disyaratkan harus berakal dan baligh. Orang gila dan anak-anak tidak sah melakukan akad ini
Ijab dan Qabul. Dalam hal ini harus ada kerelaan kedua belah pihak, adanya kesatuan majelis dan adanya keterpautan antara ijab dan qabul
Obyek akad yaitu barang yang dipesan dalam hal ini bisa berupa bangunan, ruko, rumah, homestay atau villa
Syarat Khusus : Barang/Properti yang Dipesan
Barang yang dipesan harus dijelaskan spesifikasinya di sini
Barang yang dipesan berada dalam tanggungan penjual/developer untuk diserahkan kepada pembeli setelah jangka waktu tertentu yang disepakati.
Barang yang dipesan harus merupakan barang shina’ah, yaitu barang yang melalui proses perakitan, pembuatan, pembentukan atau pembangunan dari satu atau lebih bahan baku.
Barang yang dipesan berasal dari penjual. Bukan dari pembeli. Jika dari pembeli akadnya menjadi ijaroh (kontrak kerja)
Sedangkan untuk harga/pembayaran bisa dengan:
Boleh di awal secara keseluruhan (cash)
Boleh di akhir ketika serah terima (cash di akhir)
Boleh di awal sebagian dan di akhir sebagian
Boleh dengan tempo tertentu setelah akad, baik tunai maupun kredit. Misal cash di bulan ke-6 setelah akad atau kredit selama 5 tahun
Nah, inilah akad yang sering digunakan oleh para developer properti syariah. Bisa saja developer properti syariah menggunakan akad lain, misalkan akad jual beli biasa dengan properti yang ready stock.